Senin, 13 September 2010

Periode Khalifah 'Utsman ibn Affan.






Pada waktu 'Utsman menjadi Khalifah, al-Qur'an dikumpulkan ulang, karena menurut laporan Hudzaifah ibn al-Yaman yang ditugaskan menjadi Gubernur di Syam telah terjadi perbedaan cara membaca, di antara para sahabat warga Irak (Kufah, yang mengikuti tata-bacanya 'Abdullah ibn Mas'ud) dan Siria (Syam, yang mengikuti tata-bacanya Ubai ibn Ka'ab), yang lain mengikuti tata-bacanya Abu Musa al-Asy'ari, ketika usaha pengembangan Islam ke Azarbaijan dan Armenia(119).
Perbedaan tersebut terjadi karena pada setiap kali Nabi mengajarkan al-Qur'an, tidak semua sahabat hadhir. Sahabat yang hadhir pun belum tentu semuanya mencatat atau menulisnya, banyak yang bertumpu pada hafalan. Sementara sahabat yang hafal belum tentu daya serap dan kualitas hafalannya sama.
Sahabat yang tidak hadhir belajar kepada yang hadhir, akibatnya belum tentu yang belajar belakangan mendapatkan 100 % dari sahabat yang hadhir. Begitu seterusnya, sehingga pada masa Khalifah 'Utsman, setelah melampaui kurang lebih 12 - 13 tahun dari masa pengumpulan al-Qur'an oleh Abu Bakar, banyak sahabat yang sudah menyebar ke berbagai tempat di luar ibukota al-Madinah al-Munawwarah yang kualitas dan kuantitas hafalannya sangat berfariasi(120).
Perbedaan tersebut lebih karena proses belajar dan mengajarnya yang berlangsung secara sporadis, apalagi mereka jauh di luar al-Madinah, dengan kualitas guru sebagaimana yang dijelaskan di muka. Untuk menyatukannya dibentuklah team yang bertugas mengumpulkan tata-baca yang mutawatir, dan ditulis sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tata-tulis bahasa Quraisy(121). Upaya dan ucapan Khalifah Utsman kepada team penulis agar al-Qur'an dibukukan dengan memakai bahasa Quraisy adalah kenyataan sejarah yang tidak bisa dipungkiri, bukan penjelasan tradisional(122).
Berdasarkan hadits tersebut juga, pembukuan yang dilakukan Khalifah 'Utsman t menyiratkan empat faktor utama, yaitu :
Pertama :
Pengumpulan dilaksanakan karena khawatir terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin.
Kedua :
Pembukuannya untuk menghimpun bacaan-bacaan mutawatir yang beredar di masyarakat.
Ketiga :
Team yang dibentuk Khalifah 'Utsman terdiri dari empat sahabat yang ahli, yaitu Zaid ibn Tsabit, 'Abdullah ibn Zubair, Sa'id ibn al-'Ash (salah seorang sesepuh warga Kufah) dan 'Abd. Rahman ibn Hisyam(123).
Keempat :
al-Mushhaf yang dibukukan untuk disebar luaskan ke kantong-kantong kaum muslimin, dan statusnya sebagai pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk disosialisasikan .
Tugas pokok Zaid ibn Tsabit dan tiga penulis lainnya adalah menyusun ulang al-Qur'an, berdasarkan naskah perdana milik negara yang dipegang Hafshah, dimana susunannya di samping sesuai tertib urutan surah dan ayat-ayatnya, juga merangkum semua kaidah yang tiga tadi. Jadi pekerjaan komisi Zaid tidak sekedar membuat salinan dalam Lahjah Quraisy. Karena itu, seusainya pekerjaan ini Khalifah 'Utsman segera menetapkan bahwa semua dokumen dan naskah serta bacaan yang tidak sesuai dengan "al-Mushhaf" dinyatakan tidak boleh diamalkan.
Mereka berempat adalah orang-orang yang secara sah dan melalui seleksi ditetapkan oleh 'Utsman dalam kapasitasnya sebagai Khalifah. Karena itu hasil rumusan dan pengumpulan itu adalah sah dan masuk akal. Tidak mungkin Khalifah 'Utsman berani mengirimkan beberapa salinan ke berbagai daerah, bahkan menyatakan bahwa "semua dokumen di luar hasil penyusunan ini dinyatakan tidak berlaku dan harus dimusnahkan, dengan bacaannya" kalau team yang dibentuknya sendiri tidak sah dan tidak masuk akal(124).
Ada tiga hal penting dalam upaya Khalifah 'Utsman yaitu :

Pertama :
Bahwa dengan merujuknya kepada al-Qur'an tulisan Zaid ibn Tsabit yang berada di tangan Hafshah berarti bahwa al-Qur'an yang dikumpulkan Khalifah 'Utsman sama persis dengan aslinya, baik tertib urutan surah maupun ayat-ayatnya.

Kedua :
Bahwa tata-baca yang ada di Mushhaf 'Utsman hanyalah sebagian saja dari tata-baca yang ada di Mushhaf Abu Bakar, karena sudah terseleksi periwayatannya.
Ketiga :
Bahwa al-Qur'an yang dikumpulkan Khalifah 'Utsman adalah secara khusus dengan memakai tata-tulis bahasa Quraisy.
Pekerjaan yang dilakukan Khalifah 'Utsman ini terjadi pada tahun 24 Hijriyah(125) dan selesai pada saat dia masih menjabat sebagai Khalifah. Kumpulan ini kemudian diberi nama "al-Mushhaf"(126) atau "al-Mushhaf al-Imam", sedang tata-tulisnya disebut "al-Rasmu al-'Utsmani", yang disepakati oleh semua sahabat(127).
Sesudah itu Khalifah 'Utsman mengirimkan salinannya beserta guru-guru yang mengajarkannya, kemudian menjadi Qari', yaitu Abu 'Amr ibn al-'Ala di Bashrah, 'Ashim, Hamzah dan al-Kisa'i ke Kufah, Ibn 'Amir ke Syam, Ibn Katsir ke Makkah, Nafi' di al-Madinah, yang kemudian dikenal dengan Qari' yang mutawatir, dan lainnya lagi ke Bahrain dan al-Yaman(128), dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia(129).
Kemudian para ulama berikutnya merumuskan dalam tiga bait berikut(130) :
وَ كُلُّ مَا وَافَقَ وَجْهَ النَّحْوِ وَ كَانَ لِلرَّسْمِ احْتِمَالاً يَحْوِي
وَ صَحَّ اِسْنَادًا ، هُوَ الْقُرْآَنُ فَـهَـذِهِ الثَّـلاَثَـةُ الأَرْكَانُ
وَ حَيْثُمَا يَخْتَلُّ رُُّكْنٌ اَثْبِتِ شُـذُوْذَهُ لَوْ أَنَّهُ فِى السّـَبْعَةِ
Artinya :
Dan semua yang sesuai dengan Nahwu (walaupun dalam salah satu segi), dan mengandung tata-tulis al-Rasm al-'Utsmani, serta sanad yang sahih, itulah al-Qur'an, dan inilah tiga rukun (yang harus dipenuhi). Dan manakala salah satu rukunnya tidak terpenuhi, pastikanlah bahwa itu adalah Qira'ah yang Syadz, kalau dibandingkan dengan Qira'ah Sab'ah.
Karena itu, bermacam-macam Qiro'ah dari segi sanadnya dapat diklasifikasi menjadi :
1). "Mutawatir"
yaitu yang disandarkan kepada tujuh Qari seperti yang dijelaskan di muka,
2). "Masyhur",
yaitu yang tidak sampai kepada derajat mutawatir,
3). "Ahad",
yaitu yang sanadnya sahih, tetapi tidak terkenal (masyhur), menyalahi tata-tulis al-Rasm al-'Utsmani dan tata-bahasa Arab,
4). "Syadz",
yaitu yang sanadnya tidak sahih,
5). 'Maudhu'",
yaitu yang tanpa sandaran periwayatan, dan
6). "Mudraj",
yaitu yang sudah mendapat tambahan / sisipan kata-kata lain, yang tidak perlu penulis rinci satu persatu(131).
Keenam macam tersebut, dari segi derajat kemutawatirannya teringkas menjadi tiga macam saja, yaitu :
1). Qira'ah yang disepakati kemutawatirannya yaitu Qira'ah Sab'ah,
2). Qira'ah yang diperselisihkan kemutawatirannya yaitu Qira'ah yang bersumber dari Abu Dja'far, Ya'kub dan Khalaf, dan yang
3). Qira'ah yang disepakati ketidak mutawatirannya, yaitu yang selain kesepuluh macam Qira'ah tersebut(132).
Dengan demikian, kronologi pembukuan al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Periode Nabi Muhammad :
1. Tertulis di berbagai tempat (pelepah kurma, daun, kulit, tulang, batu dlsb.), tidak berurutan Surah dan Ayatnya.
2. Sebagian disimpan di rumah Nabi dan sebagian yang lain disimpan oleh para sahabat yang mempunyai tulisan sendiri-sendiri.
2. Periode Abu Bakar :
Dikumpulkan dan dibendel menjadi satu oleh Zaid ibn Tsabit, atas perintah Khalifah Abu Bakar karena usulan 'Umar ibn Khathab,dengan tata-tulis yang memungkinkan untuk dibaca dengan berbagai tata-baca yang diajarkan Nabi.
3. Periode 'Utsman :
Zaid ibn Tsabit, 'Abdullah ibn Zubair, Sa'id ibn al-'Ash, 'Abd. Rahman ibn Hisyam diperintah oleh Khalifah 'Utsman untuk mengumpulkan dalam tata-baca yang sama, yang memenuhi tiga rukun, yaitu sanadnya shahih, sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, dan sesuai dengan tata-tulis Bahasa Quraisy.
Dan perbandingan antara kedua al-Qur'an tersebut sebagai berikut :
1. Pengumpulan yang dikerjakan oleh Abu Bakar tahun 12 H :
Penanggung jawab : Abu Bakar,
Penulis : Zaid ibn Tsabit.
Materi : al-Qur'an dengan segala macam tata-baca yang diajarkan Nabi.
Rujukan : Hafalan Zaid dan dokumen yang dia miliki.
Latar belakang : Gugurnya 70 shahabat yang hafal dalam pertempuran di Yamamah.
Tata cara penulisan : Zaid membaca dan menulis, di bawah saksi dan dicocokkan dengan para shahabat dan dokumen-dokumen yang mereka miliki sendiri-sendiri.
Tindak lanjutnya : Disimpan Khalifah Abu Bakar, kemudian Khalifah 'Umar ibn Khathab, lalu Hafshah binti 'Umar.
2. Pengumpulan yang dikerjakan oleh 'Utsman tahun 24 H :
Penanggung jawab : 'Utsman,
Penulis : Zaid ibn Tsabit, 'Abdullah ibn Zuabir, Sa'id ibn al-'Ash, 'Abd. Rahman ibn Hisyam.
Materi : Al-Qur'an dengan ber-macam-macam tata-baca yang mutawatir saja yang datang dari Nabi.
Rujukan : Mushhaf yang disimpan Hafshah binti 'Umar.
Latar belakang : Perbedaan cara membaca yang terjadi antara sahabat warga Syam dan Irak.
Tata cara penulisan : Keempat sahabat tersebut membaca dan menulis yang sanadnya Mutawatir, sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, meskipun dalam salah satu segi saja, dengan tata-tulis Quraisy.
Tindak lanjutnya : Digandakan dan di-kirimkan menyertai gurunya, ke Makkah (Ibn Katsir), untuk al-Madinah (Nafi'), untuk Khalifah 'Utsman, Bashrah (Abu 'Amr ibn al-'Ala), Kufah ('Ashim, Hamzah dan al-Kisa'i) dan Syam (Ibn 'Amir).

Selasa, 17 Agustus 2010

C. Penulisa Al-Qur'an pada Zaman al-Khulafa al-Rasyidin.

1. Periode Khalifah Abu Bakar.
Semasa wahyu masih dan sedang turun, al-Qur'an sudah menamakan dirinya "al-Kitab" (al-Baqarah:2)(112), yang mencakup semua wahyu yang diterima Nabi (113), tidak bergantung pada tuntasnya wahyu turun, dan meskipun belum berujud sebuah buku seperti yang populer sekarang. Pembukuan al-Qur'an baru terjadi, pada waktu Abu Bakar menjadi Khalifah, atas usul 'Umar ibn Khathab seperti yang diceritakan hadits Imam al-Bukhari dari Zaid ibn Tsabit(114).
Dalam hadits tersebut diterangkan bahwa pada mulanya Abu Bakar menolak. Penolakan itu bukan berarti Abu Bakar tidak punya kekhawatiran seperti yang dirasakan 'Umar, akan tetapi lebih karena Abu Bakar merasa bahwa Rasul Allah hanya menyuruh "menulis", tidak membukukan, hal ini cocok dengan sikap Zaid yang semula juga menolak, sebab yang dia kerjakan selama itu hanya karena setianya kepada Nabi dan ajarannya.
Usulan tersebut disampaikan 'Umar karena peristiwa pertempuran Yamamah yang merenggut jiwa lebih dari 70 sahabat yang hafal al-Qur'an(115), bukan sedikit atau bahkan banyak yang tidak hafal, sebab kalau banyak yang tidak hafal tentu 'Umar tidak perlu merasa cemas.
Ikhtisar pengumpulan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bahwa pembukuan telah dilaksanakan secara resmi oleh para pelaksana, dengan legalitas pemerintahan yang sah, dalam suatu majlis di Masjid, yang sengaja diadakan untuk itu, melalui prosedur yang benar.
Pembukuan dilaksanakan dengan cara kerja yang benar, Zaid yang waktu itu sudah dalam usia 22 tahun membacakan berdasarkan ayat-ayat yang dia tulis selama mendampingi Rasul Allah, mencakup berbagai tata-baca yang beliau ajarkan, selanjutnya dicocokkan dengan bacaan sahabat dan tulisan-tulisan yang ada, dibaca ayat demi ayat, mulai dari al-Fatihah hingga kata-kata "Min al-jinnati wa al-naas" di akhir surah al-Nas (sama dengan yang ada sekarang ini).
Pembukuan berlangsung kurang lebih selama 15 bulan, pada tahun 12 hijriyah, dimulai dan selesai pada masa Abu Bakar masih menjabat sebagai Khalifah. Pada waktu itu tidak ada seorang sahabat pun yang merasa keberatan, atau berusaha memalsu, menambah, mengurangi, menjungkir balik susunan surat atau ayatnya, dan lain sebagainya.



Mushhaf ini kemudian diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk disimpan dan menjadi milik negara, kemudian disimpan Khalifah 'Umar selanjutnya oleh Hafshah ummu al-mu'minin binti 'Umar, setelah Umar dibunuh orang. Sementara itu para sahabat tetap mengajar dan menyebarkan al-Qur'an berdasarkan pengetahuan dan hafalan masing-masing(116), dari tahun ke tahun sampai ketika 'Utsman ibn 'Affan menjadi Khalifah. Walaupun demikian tidak mungkin mereka bersepakat berbuat bohong terhadap al-Qur'an (al-Taubah : 100. al-Mu'minun : 58-61).
Al-Qur'an tersebut merangkum semua bacaan-bacaan seperti yang diajarkan Malaikat Jibril kepada Nabi sebagaimana yang diceritakan Hadits-hadits tentang turunnya al-Qur'an dengan "Tujuh Huruf"(117) yang disebutkan di muka. Karena itu tata-tulisnya dikerjakan tanpa titik dan baris (harakat), sehingga mengandung kemungkinan bisa dibaca dengan berbagai tata-baca sebagaimana yang diajarkan Nabi, dan sejak itu sudah dinamakan "al-Mushhaf"(118).

Jumat, 16 Juli 2010

Penulisan al-Qur'an di Zaman Nabi.

Pada waktu Al-Qur'an turun, sudah banyak sahabat-sahabat yang pandai menulis(87).
Di Makkah setidaknya sudah ada 7 orang sahabat, Misalnya : Muawiyah dan Yazid keduanya putera Abu Sufyan, Umar ibn Khathab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas'ud, Thalhah ibn Abdullah, Abu Ubaidah ibn Jarah, Hudzaifah ibn al-Yaman, Abu Hurairah, Abu al-Darda' dan Abu Musa al-Asy'ari(88).
Di al-Madinah al-Munawwarah minimal ada 10 orang. Misalnya : Saad ibn Zurarah, al-Mundzir ibn Umar, Ubai ibn Ka'ab, Zaid ibn Tsabit, Rafi' ibn Malik, Asir ibn Mudhar, Ma'n ibn Adiy, Abu Ain ibn Katsir, Aus ibn al-Khuli, Basyir ibn Said(89) dan Abdullah ibn Said ibn Umaiyah yang ditunjuk Nabi sebagai guru membaca dan menulis(90), serta Hassaan ibn Tsabit yang penyair terkenal di kalangan para sahabat(91). Dan di kalangan wanita adalah al-Syifa binti Abdullah al-Adawiyah, Hafshah binti Umar isteri Nabi.(92).
Setiap ayat turun Nabi selalu memerintah sahabat untuk menulisnya. Di antaranya beliau bersabda kepada Mu'awiyah(93) :
اَلْقِ الدّوَاةَ ، و حَرِّفِ الْقَلَمَ ، وَ اَنْصِبِ الْبَاءَ ، وَ فَرِّقِ السِّيْنَ ، وَ لاَ تُعَوِّرِ الْمِيْمَ ، وَ حَسِّنِ اللّهَ، وَ مُدّ الرّحْمَانَ، وَ جَوِّدِ الرّحِيْمَ ، وَ ضَعْ قَلَمَكَ عَلَى أُذُنِكَ الْيُسْرَى ، فَإِنّهُ اَذْكَرُ لَكَ .
Artinya : Teteskanlah tinta, goreskan pena, tepatkanlah "Ba'", bedakanlah "Sin", jangan bengkokkan "Mim", perindahlah tulisan "Allah", panjangkan "al-Rahman", perelok "al-Rahim", dan letakkanlah penamu di atas telinga kirimu, karena yang demikian lebih mudah mengingatkanmu.
Nabi juga pernah menyuruh sahabat agar mereka belajar al-Qur'an kepada Salim (yang gugur pada pertempuran di Yamamah, yang terjadi ketika Abu Bakar menjadi Khalifah), Mu'adz (wafat di zaman Khalifah 'Umar), 'Abdullah ibn Mas'ud (wafat di zaman Khalifah 'Utsman), dan Ubai ibn Ka'ab (wafat di zaman Khalifah 'Utsman) juga. pernah mengirim Mush'ab ibn 'Umairah dan Ibn Ummi Maktum ke al-Madinah untuk mengajarkan Islam dan al-Qur'an. Dan ketika hijarah ke al-Madinah Nabi mengirim Mu'adz ke Makkah untuk missi yang sama. Karena itu di Masjid Nabi setiap saat selalu ramai sahabat yang belajar al-Qur'an dan Nabi pun menganjurkan belajar tulis-menulis, di beberapa daerah juga banyak yang mengajarkan al-Qur'an(94).
Setelah perjalanan sejarah sekian lama, beberapa sumber menyebutkan sebagaimana berikut :
1. IBN AL-NADIM (W.1047 M) (dalam bukunya al-Fahrasat) :
-
-
-
'Ali ibn Abi Thalib
-
Ubai ibn Ka'ab
Abu al-Darda'
Mu'adz ibn Jabal
Abu Zaid
Sa'ad ibn 'Ubaid
-
'Abdullah ibn Mas'ud
'Abid ibn Muawiyah

2. AL-ZARKASYI (1355-1404 M) (dalam bukunya al-Burhan)
-
-
'Utsman ibn 'Affan
-
Zaid ibn Tsabit
Ubai in Ka'ab
Abu al-Darda'
Mu'adz ibn Jabal
Abu Zaid
Sa'ad ibn Ubaid
-
Tamim al-Dari
Abu Musa al-Asyari
Salim Maula Hudz.
'Abdullah ibn 'Umar
'Uqbah ibn 'Amir

3. IBN HAJAR (1373-1449 M) (dalam bukunya Fath al-Bari)
Abu Bakar
'Umar ibn Khathab
'Utsman ibn 'Affan
'Ali ibn Abi Thalib
Zaid ibn Tsabit
Ubai ibn Ka'ab
-
Mu'adz ibn Jabal
-
-
Mu'awiyah
al-Mughirah
Zubair ibn al-'Awam
Syarahbil ibn Hasana
'Abdulla ibn Ruwahah

4. IBN KATSIR (W. 1384 M) (dalam bukunya al-Bidayah)
Abu Bakar
'Umar ibn Khathab
'Utsman ibn 'Affan
'Ali ibn Abi Thalib
Zaid ibn Tsabit
Ubai ibn Ka'ab
-
-
-
-
Mu'awiyah
Tsabit ibn Qais
Abban ibn Sa'id
Arqam ibn Abi Arq.
Hanzhalah ibn Robi'
Khalid ibn Sa'id, dll.

5. AL-SUYUTHI (1445-1505 M) (dalam bukunya al-Itqan)
Abu Bakar
'Umar ibn Khathab
-
'Ali ibn Abi Thalib,
Zaid ibn Tsabit
-
-
-
-
-
-
Abu Huzaimah
Mereka menulis dan mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur'an(95) yang berserakan di beberapa tempat seperti pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, daun, kulit dan tulang(96) berdasarkan bacaannya apa adanya, baik susunan bahasa maupun kata-katanya, apakah dari bahasa Hijaz atau bukan(97), dari bahasa Arab atau tidak(98), berbeda tata-tulisnya(99) atau tidak sesuai dengan kecakapan dan lahjah masing-masing. Kegiatan tersebut berlangsung sejak dari masa-masa al-Qur'an turun di Makkah selama 13 tahun, sampai di al-Madinah selama 10 tahun(100), baik yang turun di waktu Nabi sedang berada di rumah atau tidak, di waktu siang maupun malam hari(101).
Kemudian tulisan-tulisan itu disimpan di rumah Nabi dalam keadaan belum berupa satu bendel(102) di samping di antara mereka ada yang menyimpan untuk diri sendiri(103), seperti 'Umar ibn al-Khathab(104), 'Ali ibn Abi Thalib, Ubai ibn Ka'ab, 'Abdullah ibn Mas'ud, Ibn 'Abbas, termasuk istri-istri Nabi yaitu 'Aisyah, Hafshah dan Ummu Salamah, yang di antara sisanya masih tersimpan di Damaskus(105).
Setiap tahun Malaikat Jibril selalu datang kepada Nabi untuk memantapkan bacaan, bahkan di akhir hayat beliau Jibril dua kali turun. Semua bacaan yang Rasul Allah hafal selalu beliau sampaikan kepada sahabat yang sedang beliau hadapi banyak atau sedikit, dari satu Kabilah atau bermacam-macam kabilah, karena beliau bersifat Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathanah, baik satu ayat, dua atau tiga dan lebih banyak lagi, dan beliau bacakan persis seperti yang diajarkan Jibril, karena Allah menjamin keutuhannya di dalam diri beliau (al-Qiyamah:16-20).
Maskipun demikian, urut-urutan surah dan ayat yang mereka hafal mereka tulis sesuai dengan ajaran Nabi yang beliau terima secara Tauqifi (wahyu) dari Allah(106) karena mereka selalu mendengar bacaan beliau, "termasuk basmalah" di setiap awal surah(107). Sedang pemberian nama-nama surah, masih diperselisihkan apakah "Tauqifi" atau "Taufiqi"(108). Adapun pembagiannya menjadi 30 juz dan lain sebagainya adalah oleh para ulama berikutnya(109).
Karena perbedaan dialek, al-Qur'an diturunkan dengan "سبعة احرفُ" (Tujuh macam tata-baca)(110), untuk memberikan kemudahan bagi umat(111). Kemunculan "Tujuh Huruf" tersebut tidak sama dengan "Qira'ah Sab'ah" yang ditulis Ibn Mujahid. Perbandingannya penulis rangkum dalam tabel berikut :
SAB'ATU AHRUF
1. Tidak berarti hanya tujuh macam cara bacaan.
2. Ada sejak awal mula turunnya Al-Qur'an.
3. Diajarkan semuanya oleh Rasul Allah saw. kepada shahabat.
4. Disandarkan pada ajaran beliau semata, yang diajarkan Jibril.
5. Mencakup semua baca-an yang diajarkan oleh Nabi saw.
6. Sab'atu Ahruf sama dengan bermacam-macam cara mem-bacanya.

QIRA'AH SAB'AH
1. Semata-mata hanya tujuh macam cara bacaan saja.
2. Mulai ada pada abad ke-3 / 4 hijriyah saja.
3. Bacaan-bacaan yang dihimpun oleh Ibnu Mujahid.
4. Disandarkan pada seleksiIbn Mudjahid dari bacaan yang masyhur.
5. Merupakan sebagian saja dari Sab'atu Ahrufnya Nabi saw.
6. Qira'ah Sab'ah memang benar-benar tujuh, berdasarkan seleksi Ibnu Mujahid tersebut.

Sabtu, 05 Juni 2010

LATAR BELAKANG DAN SEJARAH PENULISAN AL-QUR'AN HINGGA MASA KHALIFAH 'UTSMAN IBN 'AFFAN.



A. Kondisi Keilmuan "Tata-Tulis" Bangsa Arab (25).
Tulisan Arab adalah tulisan yang dipakai oleh Bahasa Arab, huruf-hurufnya 29 buah, lebih banyak dari huruf-huruf Bahasa Indonesia yang hanya 26 buah. Sejak sekitar 200 tahun sebelum Islam(26) Bahasa ini sudah hidup dan berkembang di seluruh wilayah Jazirah Arab(27).
Menurut Ibn Ishaq berdasarkan hadits dari Abu Dzar, dari Nabi bahwa "Nabi Idris (Nabi ke 2, umurnya 482 tahun(28) yang tinggal di Babil(29) adalah yang pertama kali menulis dengan qalam"(30). Idris adalah generasi Adam (31) dan Hawa -yang mula-mula hidup di Makkah- mengembang di sekitar lembah sungai al-Furat di Irak, sampai dengan generasi Nuh (Nabi ke 3).
Sejak kira-kira 2460 tahun sebelum masehi(32). Sam putra Nuh (33), menciptakan Bahasa Arab yang dikenal dengan nama Bahasa Samiyah(34). Semula mereka mendiami wilayah Jazirah Arab bagian Utara di sekitar lembah sungai al-Furat, kemudian menyebar ke Syam, Taima'(35), Tihamah, Madain Shalih dan seterusnya sampai ke wilayah Selatan di Yaman(36). (Lihat Buku Pendamping, Silsilah para Nabi, Silsilah Nabi Nuh, Silsilah Bahasa Samiyah).















Pada zaman Hud (Nabi yang ke 4), nabinya kaum 'Ad yang tinggal di wilayah antara al-Ahqaf dan Hadhramaut, kemampuan mereka meningkat, tulisan Arab mulai berbentuk(37) dan berkembang ke bangsa Arab pedalaman melalui Bisyr, Abu Qais, al-Harb dan Sufyan.

Selanjutnya pada abad antara 19 dan 11 sebelum masehi(38), Ismail (Nabi yang ke 8)(39) yang lahir dan dewasa di Makkah, karena pernikahannya dengan Ra'lah binti Madhadh dari B

ani Jurhum(40). keturunan Arab 'Aribah(41) belajar berbicara dengan Bahasa Arab, dia juga membuat tulisan Arab(42), karena Ibrahim (Nabi ke 6) dan Hajar berbahasa asli Ibrani(43).

Kemampuan menulis ini dikembangkan lebih lanjut oleh putra-putranya yang menyebar ke Tihamah, Najd, dan Hijaz(44) yang bernama Nafis, Nadhar, Taima' / Atima' dan Dumah, yang membuat huruf-huruf putus / sambung(45), Qadur, Humaisa' dan Qaidzar membedakan / menyambung antara satu huruf dengan yang lain(46), sampai-sampai Alif (ا) dan Ra' (ر) juga disambung(47).

Sejak abad itu tata-bahasa dan tata-tulis mulai membudaya di Makk

ah dan sekitarnya, dan pada sekitar 7 abad sebelum hijrah Nabi, Bahasa Arab semakin mengembang. Selanjutnya, raja-raja di Madyan bernama Abjad (اَبْجَدْ), Hawaz (هَوَزْ), Hathai (حَطَيْ), Kalmuna (كَلْمُنَ), Sa'fash (سَعْفَصْ) dan Qarsyat (قَرْشَتْ) sebagai generasi yang hidup pada zaman Syu'aib (Nabi ke 14) datang ke Jazirah bersama Bani 'Adnan ibn Udad dan membuat tulisan Arab berdasarkan huruf-huruf yang ada pada nama-nama mereka, yaitu berupa huruf-hurufا أ ، ب ، ج ، د ، ه ، و ، ز dan seterusnya, seperti huruf-huruf Arab sekarang, kemudian mereka ta

mbah dengan huruf-huruf lain yaitu Ta' (ت), Tsa' (ث), Kha' (خ), Dzal (ذ), Dhad (ض), Zha' (ظ) dan Ghain (غ) yang disebut huruf "Rawadif".48.sehingga lengkap sebanyak 29 huruf, dan sesudah itu mereka mulai melahirkan syair-syair(48).

Dan pada zaman Sulaiman (Nabi ke 18) terjadi asimilasi antara warga al-Himyar di Yaman(49) dengan bangsa al-Nibthi(50) yang berbahasa Arami. Asimilasi tersebut melahirkan corak baru kehidupan budaya bangsa Arab. Di sana tata-tulis huruf-huruf Arab pun dipengaruhi oleh bahasa Bathra' Aramiyah(51).

Tata-tulis ini lebih maju lagi di tangan Maramir ibn Marrah yang menyempurnakan bentuknya, Aslam ibn Sidrah, yang menyambung dan memisahkan, sedang 'Amir ibn Jadrah yang membuat tanda-tandanya(52), mereka bertiga berkumpul di Yaqqat(53), kemudian membuat huruf-huruf putus dan sambung, pada Alif (ا), Ba' (ب), Ta' (ت), Tsa' (ث) dan seterusnya(54 ).

Sementara itu, sejak antara abad 1 dan 2 SM, Yaman juga sudah mempunyai budaya yang sangat maju, menjadi pusat kerajaan Shan'a, dengan raja-rajanya dari al-Himyar(55), berlangsung sejak 115 SM sampai tahun 525 M(56). Pada waktu itu sudah ada tata-tulis yang dinamakan al-Khath atau al-Musnad al-Himyari, yang tidak diketahui penciptanya.

Khath al-Himyari tersebut oleh Daulah al-Tababi'ah(57) yang pusat kerajaannya di Saba' dikembangkan ke Utara di wilayah Irak. (Lihat silsilah raja-raja Himyar di al-Yaman, Lihat Ibn Rasyiq op. cit. Juz II. hal. 225).

Sesudah itu warga al-Anbar belajar kepada mereka, kemudian warga al-Hirah belajar kepada al-Anbar(58), dan akhirnya al-Hirah menjadi pusat belajar tulis menulis. Selanjutnya Sufyan atau al-Harb ibn Umaiyah mempelajarinya dari Aslam lalu dibawa ke bangsa Quraisy(59) (Lihat

silsilah raja-raja al-Syam dan al-Hirah di buku Pendamping).

Berdasarkan data-data tersebut, berarti pada sekitar tahun 106 M, Jazirah Arab khususnya al-Hijaz sudah berada di tengah-tengah antara tiga budaya besar, yaitu 1. Budaya Romawi di bagian Barat(60), 2. Budaya Persi di Bagian Timur(61) dan 3. Budaya al-Himyar, Yaman di Bagian Selatan(62).

Ketiga pusat budaya tersebut sangat mempengaruhi kehidupan bangsa-bangsa di daerah-daerah sekitarnya, terutama al-Nibthi yang menjadi sentral budaya yang paling menonjol(63), sudah menjalin hubungan dagang dengan Yatsrib (Al-Madinah Al-Munawwarah) sejak 2 abad sebelum Islam(64) Akhirnya, masalah tulis-menulis tersebut membudaya di Makkah al-Mukarramah terus mengembang ke al-Madinah al-Munawwarah(65), karena bangsa Quraisy seperti yang disebutkan dalam al-Qur'an juga selalu pergi berdagang ke Syam (Bushra di Hauran) di musim dingin, dan ke Yaman di musim panas(66), bahkan sampai ke Afrika di Barat, India dan Asia di Timur, dan Asia Kecil di Utara pada abad IV masehi(67) (Lihat

Pendamping, Perjalanan tulisan Arab dari al-Anbar ke al-Nibthi, sampai ke Makkah).

Karena itu, bangsa al-Nibthi yang tata-tulisnya berasal dari Bahasa Arami adalah merupakan wujud asal tata-tulis Arab murni yang menjadi salah satu macam dari tulisan al-Qur'an(68) karena banyak kata-kata Arab terdapat di dalam Bahasa Nibthi(69).

Contoh ukiran tulisan al-Namarah, yang ditulis pada nisan makam Imri'i al-Qais ibn Amr di al-Hirah pada tahun 328 M. (Sumber, Jirji Zaidan,I:29, al-Anthaki,1969:106-107, Rafi'i,I:85, Wafi, Fiqh Lughah,1945:74, 103-104, al-Juburi 28).

Tulisan Arabnya menjadi :

هَذَا قَبْرُ امْرِئِ الْقَيْسِ بْنِ عَمْرُو مَلِكِ الْعَرَبِ كُلِّهِمْ الَّذِي تُقَلِّدُ التَّاجَ

وَ أَخْضَعَ قَبِيْلَتَيْ أَسَدَ وَ نِزَارَ وَ مُلُوْكَهُمْ وَ هَزَمَ مُذْحِجَ اِلَى الْيَوْمِ وَ قَادَ

الظَّفْرَ اِلَى أَسْوَارِ نَجْرَانَ مَدِيْنَةَ شَمَّرَ وَ أَخْضَعَ مَعْدًا وَ اسْتَعْمَلَ بَنِيْهِ

عَلَى الْقَبَائِلِ وَ أَنَابَهُمْ عَنْهُ لَدَى الْفُرْسِ وَ الرّوْمِ فَلَمْ يَبْلُغْ مَلِكٌ مَبْلَغَهُ

اِلَى الْيَوْمِ . تُوُفِّيَ سَنَةَ اثْنَيْنِ اِثْنَيْنِ ثَلاَثَةً فِي يَوْمِ الثَّّامِنِ أَيْلُوْلَ (سبتمبر) وَفَّقَ بَنُوْهُ لِلسَّعَادَةِ .

Dan sampai sekarang pun tulisan Arab tidak dapat lepas dari pengaruh tata-tulis al-Nibthi(70). (Liaht Pendamping, Perbandingan tata-tulis huruf-huruf Arab kuno, Ibrani dan Arab sekarang).

Pada tahun 490 M, tata-tulis Arab lebih pesat berkembang di Makkah(71), terutama dengan adanya kegiatan perdagangan di pasar 'Ukadz(72), al-Majannah(73). dan Dzu al-Majaz(74), yang selalu disertai dengan kegiatan lomba bersyair oleh para sastrawan. Maka sejak sekitar tahun 500 M, sudah mulai dikenal penyair-penyair Arab, bahkan mereka juga berkomunikasi dengan luar kota, seperti dengan Dinasti al-Mundzir (431-632 M). Dan pada tahun 542-570 M bersamaan dengan hancurnya bendungan Ma'arib di Saba' (Surah Saba' : 10-19)(75) bangsa Arab sudah banyak yang pandai menulis dan melahirkan para sastrawan yang berkualitas(76).

Menjelang al-Qur'an turun, dari Kabilah Quraisy sendiri setidaknya ada 10 penyair, Kabilah Qais 30, Kabilah Rabi'ah 21, Kabilah Mudhar 16(77), Kabilah Bani Tamim 12, termasuk kabilah-kabilah lain sekitarnya(78). (Lihat Pendamping, silsilah Bani Quraisy).

Ibn Rasyiq menyebutkan bahwa "yang memulai bersyair adalah Bani Rabi'ah", yang menurut Khafaji(79) "telah dimulai sejak lebih jauh dari 150 tahun sebelum Islam", kemudian mengembang ke kabilah-kabilah lain, sehingga menjadi lebih marak ketika zaman Hasyim dan 'Abd. Muthalib(80). Ibn Salam(81) membagi mereka sampai lebih dari 10 tingkatan dari 121 penyair yang ada(82), dan Ibn Rasyiq menyebutkan ada syair-syair yang disebut "al-Mu'allaqat" (المُعَلّقَاتُ)(83). Sampai-sampai al-Qur'an menyinggung kiprah dan prilaku mereka (Surah al-Syuara' : 224-227) yang suka membual memperturutkan nafsu(84).

Kondisi tersebut menjadi tanda :

1- Ramainya kehidupan sosial dan budaya terutama seni sastra,

2- Berkembangnya Bahasa Arab Fushha, yaitu bahasa yang diakui dan berlaku di kalangan bangsa Arab dari berbagai daerah dan kabilah yang ada, di samping bahasa Amiyah di mana masing-masing kabilah mempunyai dialek (لهجة) sendiri-sendiri,

3- Berkembangnya sastra Arab dalam bentuk Syair dan Natsar, dan

4- Semakin meluasnya tata-bahasa dan tata-tulis Arab. (Lampiran 10 : Data para penyair yang menggambarkan kualitas keilmuan bangsa Arab).

Di samping itu, dengan adanya lomba syair di pasar 'Ukadz dan lain-lain yang terjadi sebelum Islam juga membuktikan kualitas keilmuan mereka, sampai-sampai ada yang sengaja membuat syair untuk diperjual belikan(85). Kualitas tersebut bukan saja di bidang perdagangan dan sastra, akan tetapi juga tidak mustahil di bidang-bidang lainnya. Maka wajar ketika Islam datang, sudah banyak bangsa Arab yang mengenal tata-bahasa dan tata-tulis, lebih banyak dari hanya sekedar 17 orang seperti yang diberitahukan Rabbuh(86).

Dalam keadaan seperti itu Allah menurunkan al-Qur'an dengan Bahasa mereka, bahasa fushha yang sudah mereka pakai jauh sebelumnya seperti yang disebutkan dalam Surah Ibrahim : 4, al-Nahl : 103, al-Ahqaf : 12, Maryam : 97, dan al-Dukhan : 58. Tidak ada artinya dan tidak mungkin menyampaikan berita gembira, peringatan, pelajaran dan ajakan berpikir kalau mereka tidak mengerti Bahasa Arab, bahkan tidak ada gunanya al-Qur'an menantang mereka untuk menandingi al-Qur'an, kalau mereka tidak faham Bahasa Arab (al-Isra':88, Hud:13, al-Baqarah:23, Yunus.:38).

Di dalam al-Qur'an sendiri banyak ayat-ayat yang mengisayaratkan pengetahuan dan kemampuan mereka, bukan hanya berbahasa, tapi juga dalam hal ilmu pengetahuan dan masalah tulis-menulis, seperti perdagangan (al-Baqarah : 282, al-Taubah : 24, al-Nur : 37, al-Shaf : 10), adanya perhitungan (al-Baqarah : 212, Yunus : 5, Ibrahim : 51, al-Nur : 39, al-Zumar : 10), Malaikat yang mencatat amalan (Qaf : 18) dan lain sebagainya.

Nabi sendiri juga mengembangkan kepandaian tulis-menulis dengan cara membebaskan tawanan perang Badar pada dua tahun hijriyah, apabila mereka berhasil membebaskan anak-anak kaum muslimin dari buta huruf, setiap seorang tawanan mengajari 10 orang. (Lihat Pendamping, Silsilah tulisan Arab menurut ilmuwan bangsa Arab. Kronologi pertumbuhan dan perkembangan tata-tulis huruf Arab).

Penulis berpendapat bahwa Nabi mengambil kebijaksanaan demikian setelah 15 tahun beliau mengajarkan al-Qur'an dan dalam rangka masa depan al-Qur'an dan umatnya beliau mencetak generasi penerus yang pandai baca tulis.

(bersambung . . . . .)


Daftar bacaan :

25. Lihat Gharbal. Eds. op. cit. hlm. 1197 dan 1367.

26. Al-Shalih, Subhi. Dirasat fi fiqhi al-Lughah. (Beirut: Daar al-Ilmi li al-Malayin. 1976), hlm. 71.

27. Lihat al-Dhaif, Syauqi. al-Adab al-Arabi fi al-'Ashr al-Jahili. (Mesir: Daar al-Ma'arif. 1960), hlm. 18.

28. Al-Shabuni. Muhammad 'Ali. al-Nubuwwah wa al-Anbiya. (Beirut: Daar al-Irsyad. 1970), hlm. 235.

29. Sebuah tempat yang berada di lembah sungai al-Furat Irak. Periksa Lowis Ma'luf al-Yasu'i. al-Munjid, (Beirut: al-Matba'ah al-Katolikiyah, 1965), hlm. 56

30. Rabbuh, Ibn 'Abd (328-246 H). al-'Iqdu al-Farid. (Beirut: Daar al-Fikr. 1940), Jilid III, Juz 4, hlm. 212, al-Suyuthi. op. cit. hlm. 469.

31. Al-Shabuni. op. cit. hlm. 115, al-Nadim. op. cit. hlm. 6, al-Yasu'i, op. cit. hlm. 533, al-Suyuthi. op. cit. Juz II. hlm 469.

32. Al-Rafi'i, Mushthafa Shadiq (188-1937 M). Tarikh al-Adab al-Arabi, (Beirut: Daar al-Kitab al-'Arabi. 1974), Juz I. hlm. 47,

33. Gharbal Eds. op. cit. hlm. 1197.

34. Wafi, Fiqhu al-Lughah. (Mesir: Daar al-Nahdhah. 1945), hlm. 6.

35. Wafi, op. cit. hlm 97.

36. Al-Rafi'i, op. cit. hlm. 489.

37. Riwayat Ibn Abbas, al-Juburi. al-Khath al-'Arabi, (Baghdad: Maktabah al-Syarq. 1974), hlm. 37, Wafi, op. cit. hlm. 101-102.

38. Al-Rafi'i, op. cit. Juz I. hlm. 52

39. Umurnya 137 th, al-Shabuni. op. cit. hlm. 253.

40. Al-Yasu'i. op. cit. hlm. 135.

41. Al-Shabuni op. cit. 253-256, al-Rafi'i, op. cit. Juz I. hlm. 51-52.

42. Ibid hlm. 51.

43. Rabbuh, op. cit. Juz IV. hlm. 212, al-Nadim, op. cit. hlm. 7, al-Suyuthi, op. cit. Juz I. hlm. 469, al-Rafi'i, op. cit. Juz I. hlm. 49.

44. Gharbal. Eds. op. cit. hlm. 690.

45. Rabbuh, op. cit. Juz IV. hlm. 212.

46. Ibid, al-Nadim. op. cit. hlm. 7.

47. Rabbuh, op. cit. Juz IV. hlm. 212.

48. Al-Nadim. op. cit. hlm. 6-7, Gharbal. op. cit. hlm. 1197 dan 1558. Kaum Nabi Syuaib ini hancur pada suatu hari yang di namakan "Yaumu al-Dzullah" (al-Syuara':189) karena mendustakan Nabinya. Periksa, Rabbuh. op. cit. jilid III, Juz 3-4, hlm. 211-212, al-Nadim, op. cit. hlm. 6, al-Suyuthi. op. cit. Juz II. hlm. 469. dan al-Rafi'i. op. cit. Juz I. hlm. 5.

49. Al-Juburi. op.cit. hlm. 17.

50. Bangsa Arab kuno yang dahulu bertempat tinggal di Selatan Palestina. Mereka hidup sebagai pedagang yang selalu pergi ke Mesir, Siria, al-Furat dan Roma. Keturunan mereka menyebar di Jazirah Arab Bagian Utara. Di antara mereka terdapat para dokter dan sastrawan. (al-Yasu'i op. cit. hlm. 530). Lihat juga al-Dhaif. op. cit. hlm. 17, al-Juburi. op. cit. hlm 23.

51. Zaidan, Tarikh al-Adab al-'Arabi. (Beirut: Daar Maktabah al-Hayat. 1978), Juz I. hlm. 94. al-Yasu'i. op. cit. hlm 77.

52. Al-Nadim, op. cit. hlm. 6-7. Rabbuh. op. cit. Juz III. hlm. 211-212.

53. Yaqqah : Sebuah tempat / benteng di tepi sungai al-Furat di Irak, sejauh 2 farsakh dari Hait. Periksa Jawad Ali IV/26-27, Tarikh al-Arab qabla al-Islam, al-Juburi. op. cit. hlm. 18.

54. Rabbuh. op. cit. hlm. 212.

55. Himyar adalah sebuah desa di Yaman, yang mempunyai pengaruh pada zaman kerajaan negeri Saba', sebelum masehi sampai pada masa kedatangan Islam, mereka ini secara umum dianggap sebagai orang-orang Arab Yaman kuno, Gharbal, Eds. op. cit. hlm. 742.

56. Al-Rafi'i, op. cit. Juz. I. hlm. 49 dan 79.

57. Al-Tababi'ah adalah sebutan raja-raja Yaman zaman kuno, seperti yang disebut al-Qur'an, raja pertamanya adalah al-Harits ibn Qais ibn Shaifi ibn Saba'. Kata Tubba' berasal dari Butta', nama sebuah keluarga dari Kabilah Hamadan (al-Yasu'i, op. cit. hlm. 103 dan lihat juga Saba' ibid. hlm. 167).

58. Al-Nadim, op. cit. hlm. 7. Lihat juga al-Suyuthi. op. cit. Juz II. hlm. 469, Khaldun op. cit. hlm. 418, Gharbal. Eds. op. cit. hlm. 2, al-Yasu'i. op. cit. hlm. 38 dan 170.

59. Al-Juburi, op. cit. hlm. 37.

60. Melalui Daumah al-Jandal. Rabbuh, op. cit. Juz IV. hlm. 211-212.

61. Di bawah pimpinan Raja Theriyanus yang sedang berjaya pada waktu itu (Gharbal, Eds. op. cit. hlm. 110).

62. Yang pada th. 486-521 M memakai bahasa Arami sebagai bahasa resmi pemerintah (ibid).

63. Yang berjaya sejak tahun 115 SM, Dhaif. op. cit. hlm. 28.

64. Al-Juburi, op. cit. hlm. 25.

55. Al-Shalih. op. cit. hlm. 71. Mukarram. 1968. al-Qur'an al-Karim wa atsaruhu fi al-Dirasah al-Nahwiyah. (Mesir. Daar al-Ma'aarif. 1968), hlm. 16.

56. Rafi'i, op. cit. hlm. 94.

57. Periksa al-Yasu'i. op. cit. hlm. 415.

58. Al-Juburi. op. cit. hlm. 9.

59. Khaldun, op. cit. hlm. 418.

70. Al-Juburi. op. cit. hlm. 19.

71. Gharbal eds, op. cit. hlm. 758. Mukarram. op. cit. hlm. 16.

72. Rafi'i op. cit. Juz. I. hlm. 464. Khafaji. al-Syi'ru al-Jahili. (Beirut: Daar al-Kitab al-Lubnani. 1973), hlm. 83.

73. Ibid.

74. Gharbal, Eds. op. cit. hlm. 1035, Lihat juga Farukh, op. cit. hlm. 36-38, Rafi'i, op. cit. Juz I. hlm. 96, Khafaji, op. cit. hlm. 83.

75. Ma'rab adalah Ibukota negeri Saba' di Yaman, yang terkenal dengan bendungan Ma'rabnya yang hancur karena banjir Arim, sehingga menjadi istilah dalam peribahasa Bahasa Arab "فتفرقوا ايدي سبا" (al-Yasu'i. op. cit. hlm. 470).

76. Khafaji, op. cit. hlm. 338.

77. Al-Yasu'i. op. cit. hlm. 501. Rabbuh. op. cit. Juz III. hlm. 211-212

78. Lihat Tarikh Adab Umar Farukh dan Jirji Zaidan. Termasuk Kindah. lihat al-Yasu'i. op. cit. hlm. 445.

79. Khafaji, op. cit. hlm. 190.

80. Ibn Rasyiq. [390-456 H]. 1972. al-'Umdah. (Beirut: Dar al-Jail. 1972), Juz I. hlm. 86-88.

81. Khafaji, op. cit. hlm. 338-339.

82. Zaidan, op. cit. Juz I. hlm 93.

83. Zaidan. op. cit. Juz I. hlm. 94.

84. Ibn Rasyiq. ibid.

85. Seperti yang dilakukan al-Nabighah al-Dzubyani, Zuhair ibn Abi Sulma, Haram ibn Sinan, al-A'sya dan lain sebagainya. Lihat Tarikh Adab Umar Farukh dan Jirji Zaidan tersebut.

86. Al-Yasu'i. op. cit. hlm. 501. Rabbuh. op. cit. Juz III. hlm. 211-212.


Senin, 24 Mei 2010

KIAT MEMAHAMI AL-QURAN dengan METODE MANHAJI bag3

Lanjutan.

VI. TUJUAN PROGRAM :

Tujuan yang ingin dicapai oleh Program ini adalah :

1. Tujuan Materiel :

Yaitu ingin memasyarakatkan Al-Qur'an. Dalam arti agar masyarakat segera mengenal, menghayati dan akhirnya mengamalkan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, keluarga maupun masyarakat, yang secara otomatis akan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mereka.

2. Tujuan moril :

Yaitu menciptakan generasi Qur'ani, sejalan dengan firman Allah SWT. dalam Surah Al-Nisa' : 9 :

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا

Artinya :

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir akan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Untuk mencapai apa yang tertera di dalam ayat ini, maka langkah-langkah yang perlu ditempuh ialah, 1). Harus punya kekhawatiran meninggalkan generasi yang loyo tak berdaya, karena itu 2). Harus selalu berupaya mempersiapkan generasi penerus yang sebaik-baiknya, dengan membuka berbagai lapangan pendidikan, 3). Bahwa lapangan pendidikan tersebut haruslah dijiwai oleh semangat agama dan taqwa, artinya disamping Imtaq nya juga Ipteknya.

Dan firman Nya pula dalam Surah Al-Anfal : 60 :

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ.

Artinya :

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian snaggup mempersiapkannya.

Ayat ini juga menyuruh agar para orang tua mempersiapkan berbagai sarana dan prasarana, yang akan menjadi wahana, dalam rangka menggulo wentah anak cucunya, untuk menjadi generasi penerus yang cakap dan trampil. Sebagaimana Nabi Muhammad saw. juga menganjurkan dengan sabdanya :

عَلِّمُوْا أَبْنَاءَكُمْ السِّبَاحَةِ وَ الرِّمَايَةِ (عن بكر بن عبد الله بن الربيع الأنصاري - حديث حسن).

Artinya :

Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah (Dari Bakr ibn Abdullah ibn Rabi' al-Anshari - Hadits Hasqan).

Artinya, ajarilah anakmu ketrampilan dan ketangkasan, berupa apapun, sebagaimana orang sekarang membuat berbagai macam cabang olah raga.

Oleh karena itu pendidikan yang mengajarkan tentang isi dan kandungan Al-Qur'an adalah prioritas utama bagi dirinya dan generasi penerusnya sebelum mereka dikonsumsi pendidikan yang lain, khususnya untuk menjawab tantangan era globalisasi yang mau tidak mau harus kita hadapi suka atau tidak suka, dimana di dalamnya akan dijumpai berbagai perkembangan budaya manusia dari berbagai belahan dunia, yang sudah dapat dirasakan kesannya semakin menjauh dan tidak bersahabat dengan ajaran Al-Qur'an.

3. Tujuan strukturil :

Yaitu dapat memahami Al-Qur'an secara tepat. Maksudnya agar Al-Qur'an bisa dipahami sebagaimana yang dikehendaki oleh Sang Pencipta, melalui pemahaman kata-katanya, struktur dan kaidahnya, sehingga bisa dipahami jiwanya sesuai dengan tujuan diturunkannya Al-Qur'an itu sendiri, bukan diartikan menurut kemauan makhluq yang dicipta Nya, bukan pula untuk ditafsir maupun ditakwilkan menurut kebutuhan makhluq, apalagi sampai memutar balikkan ayat dan memanipulasinya untuk tujuan-tujuan keduniaan.

Untuk bisa memahami struktur tersebut, mula-mula harus mengerti arti kata per katanya, kemudian rangkaian bahasanya, baru maksud dan jiwa bahasanya, karena Al-Qur'an bukan sekedar kitab biasa. Al-Qur'an adalah sarat dengan pelajaran dan mutiara hikmah.

VII. REFERENSI :

Baik dalam pengajaran maupun dalam buku panduan yang disediakan, sebagai sumber pengambilan dan referensinya, kami rujuk buku-buku standar yang berbahasa Indonesia, terutama yang berbahasa Arab, diantaranya :

A. KITAB-KITAB TAFSIR :

1. Tafsir Jalalain.

2. Fathul Qadir (Li al-Syaukani).

3. Mukhtashar Ibnu Katsir.

4. Al-Kasysyaf (Li al-Zamakhsyari).

5. Al-Maraghi (Li Mushthafa al-Maraghi).

6. Ath-Thobari.

7. Al-Munir (Li alk-Zuhaili).

8. Fi Dzilalil al-Qur'an (Li al-Sayyid Qutb).

9. Shafwatu al-Tafasir (Li al-Shabuni).

10. al-Azhar (Li Hamka).

11. Adhwa'u al-Bayan (Li Muhammad al-Syanqithi).

12. Tafsiru Kalimati al-Qur'an (Li Hasanain Makhluf).

13. Ayatu al-Ahkam (Li al-Shabuni).

14. Shafwatul Bayan (Li Hasanain Makhluf).

B. BUKU TERJEMAH :

1. Al-Qur'an (Departemen Agama RI).

2. Terjamah Al-Qur'an A. Hassan.

3. Tafsir Al-Bayan (Hasbi Ash-Shiddiqi).

C. 'ULUMUL QUR'AN :

1. Al-Itqan (Li al-Suyuthi).

2. Mabahits fi 'Ulumil Qur'an (Li al- Shubhi).

3. Mabahits fi 'Ulumil Qur'an (Li Manna' Qaththan).

4. At-Tibyan (Li al-Shabuni).

5. Al-Burhan (Li al-Zarkasyi).

6. Manahi al-'Irfan (Li al-Zurqani).

7. Rasmul Mushhaf (Li al-Farmawi).

8. Rasmul Mushhaf (Li al-Syalabi).

9. I'jazu al-Qur'an (Li al-Rafi'i).

10. I'jazu al-Qur'an (Li al-Baqilani).

11. Al-Ta'rif bi al-Qur'an wa al-Hadits (Li al-Zafzaf).

12. al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur'an (Li al-Karmani).

13. Asraru al-Tikrar (Li al-Karmani).

14. Atsaru al-Qur'an wa al-Qira'at (Li al-Labidi).

D. KITAB-KITAB QIRO'AH ;

1. Al-Sab'ah (Ibnu Mujahid).

2. Hujjatu al-Qiro'ah (Li Said Al-Afghani).

3. Imla-u ma manna bihi al-Rahman (Li Al-'Akbari).

4. Musykilu I'rabi al-Qur'an (Li Al-Qaisiy).

5. Atsaru al-Qur'an wal Qiro'ah fi al-Nahwi (Li Al-Labidiy).

6. Al-Burhan fi Tajwidil Qur'an .

7. Al-Mukarrar (Li Abi Hafsh al-Anshari)

8. Al-Nasyr (Li Al-Dimsyaqi).

E. KAMUS-KAMUS :

1. Kamus Kalimat Al-Qur'an (A. Qadir).

2. Kamus Mahmud Yunus.

3. Kamus Al-Kalali.

4. Al-Maurid (Li Munir al-Ba'labaki)

5. Qamus Al-Jaib.

6. Majma'u al-Lughat (Li Jarwan al-Sabiq).

7. Al-Munjid.

8. Lisanu al-Arab.

9. Asasu al-Balaghah.

F. KUTUB AL-LUGHAH :

1. Alfiyah ibnu Malik.

2. Syarah al-Asymuni (Li Muhyiddin).

3. Audhahu al-Masalik (Li Ibn Hisyam).

4. Jami'u al-Durus (Li Al-Ghulayaini).

5. Qathru al-Nada (Li Ibn Hisyam).

6. Al-Tathbiq al-Nahwi (Li al-Rajhi).

7. Al-Kamil fi al-Nahwu (Li Ahmad Qabbisy)..

8. Kitabu al-Tashrif.

9. Al-Balaghatu al-Wadhihah.

10. 'Ulumu al-Balaghah.

11. Al-Jauharu al-Maknun.

12. Jawahiru al-Balaghah.

13. Fiqih Lughah (Li al-Ts'alibi).

14. Al-Khath al-'Arabi (Li Al-Juburi).

15. Dan lain-lain.

G. AL-MA'AJIM :

1. Al-Mu'jam Al-Mufahras li Alfadhi al-Qur'an.

2. Al-Fahrasat (Li Ibn Nadim).

3. Mu'jamu al-Qawa'id (Li Anthuwan al-Dahdah).

4. Mu'jamu al-Mushthalahat al-'Arabiyah (Li Wahbah).

5. Mu'jamu al-Buldan.

6. Al-Mausu'ah (Li Muhammad Syafiq Gharbal).

H. SEJARAH :

1. Al-Bidayah wa al-Nihayah (Li Ibn Katsir).

2. Siratu al-Rasul (Li Sami al-Maghluts).

3. Fiqhu al-Sirah (Li al-Buthi).

4. Athlasu al-Qur'an (Li Syauqi).

5. Al-Sirah al-Nabawiyah (Li Syauqi).

6. Al-Sirah al-Nnabawiyah (Li Ibn Hisyam).

7. Tarikhu al-Anbiya' (Li Sami al-Maghluts).

8. Khatamu al-Nabiyin (Li Muhammad Khalid).

9. Al-Nubuwatu wa al-Anbiya' (Li al-Shabuni).

10. Al-'Iqdul Farid (Li Muhammad Abduh).

11. Dll.

VIII. OTODIDAK

Meskipun demikian, Metode Manhaji dengan buku yang ada, dapat juga dipelajari secara otodidak, karena setiap ayat banyak pengulangan kata-kata, dan arti yang mengiringi setiap ayat pun dapat membantu menemukan artinya perkata secara mudah. Hanya harus difahami bahwa orang yang mempelajari ini secara otodidak harus siap mental dan penuh percaya diri, karena ibarat orang yang belum pernah tahu Jakarta, kemudian pergi ke sana sendiri tanpa pemandu yang sudah tahu Jakarta.

Mengingat terbatasnya ruang, maka uraiannya disajikan secara singkat, dengan harapan bisa dikembangkan sendiri oleh para peminat yang budiman.

IX. PENUTUP.

Dalam mengikuti teori ini, peserta didik akan menjumpai beberapa kemudahan, antara lain, di Juz I saja kira-kira 70 % nya merupakan pengulangan, yang asal katanya sama, hanya berubah bentuknya saja, itupun masih dipermudah lagi dengan ciri-ciri setiap kata yang Musytaq yang sama. Juga, dalam setiap tatap muka, paling banyak mereka perlu menghafalkan 20 kata-kata saja, itupun bisa dihafalkan dalam waktu yang relatif singkat, karena pada umumnya memiliki ciri yang sama. Di samping itu, peserta didik bisa melatih diri sendiri dengan bantuan Buku Panduan yang disediakan, yang dirancang sedemikian rupa.

Dengan demikian dapat dimengerti bahwa untuk memahami al-Qur'an tidak memerlukan kepandaian, yang penting kemauan. Tulisannya gampang diamati, perubahan kata-katanya kebanyakan beraturan, dan hanya membutuhkan ingatan.

Bagaimana cara mengingatnya ?

Coba perhatikan, al-Qur'an terdiri dari 30 Juz. Nabi SAW. menerima al-Qur'an selama 23 tahun. Kalau saja al-Qur'an hanya terdiri dari 23 Juz, berarti Nabi SAW. menerimanya setiap tahun hanya 1 Juz, atau kira-kira 10 lembar bolak-balik. Berarti 7 Juz sisanya dibagi 23 tahun sama dengan kurang lebih 2 lembar pertahun. Berarti Nabi SAW. menerima al-Qur'an setiap tahun kurang lebih hanya 12 lembar, ini berarti Nabi SAW. menerimanya 1 lembar setiap bulan, berarti setiap halaman dipelajari dalam waktu 2 minggu, berarti setiap minggunya separoh halaman, atau 7 baris, berarti satu hari hanya 1 baris. Ini tidak mungkin sulit.

Sehari semalam adalah 24 jam, menurut dokter yang sehat tidurnya 8 jam, untuk kerja kantor 10 jam (termasuk perjalanannya), 4 jam untuk menyelesaikan pekerjaan rumah, rapi-rapi atau bersih-bersih dll. Jadi setiap hari masih ada sisa waktu 2 jam. Ambil saja misalnya satu hari maksimal 1 jam untuk mempelajari 1 baris tadi, pasti tidak akan sulit, apalagi dalam satu ayat saja sering terjadi pengulangan kata.

Demikian, semoga sumbangan pikiran ini bermanfaat. Amin.