Selasa, 17 Agustus 2010

C. Penulisa Al-Qur'an pada Zaman al-Khulafa al-Rasyidin.

1. Periode Khalifah Abu Bakar.
Semasa wahyu masih dan sedang turun, al-Qur'an sudah menamakan dirinya "al-Kitab" (al-Baqarah:2)(112), yang mencakup semua wahyu yang diterima Nabi (113), tidak bergantung pada tuntasnya wahyu turun, dan meskipun belum berujud sebuah buku seperti yang populer sekarang. Pembukuan al-Qur'an baru terjadi, pada waktu Abu Bakar menjadi Khalifah, atas usul 'Umar ibn Khathab seperti yang diceritakan hadits Imam al-Bukhari dari Zaid ibn Tsabit(114).
Dalam hadits tersebut diterangkan bahwa pada mulanya Abu Bakar menolak. Penolakan itu bukan berarti Abu Bakar tidak punya kekhawatiran seperti yang dirasakan 'Umar, akan tetapi lebih karena Abu Bakar merasa bahwa Rasul Allah hanya menyuruh "menulis", tidak membukukan, hal ini cocok dengan sikap Zaid yang semula juga menolak, sebab yang dia kerjakan selama itu hanya karena setianya kepada Nabi dan ajarannya.
Usulan tersebut disampaikan 'Umar karena peristiwa pertempuran Yamamah yang merenggut jiwa lebih dari 70 sahabat yang hafal al-Qur'an(115), bukan sedikit atau bahkan banyak yang tidak hafal, sebab kalau banyak yang tidak hafal tentu 'Umar tidak perlu merasa cemas.
Ikhtisar pengumpulan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bahwa pembukuan telah dilaksanakan secara resmi oleh para pelaksana, dengan legalitas pemerintahan yang sah, dalam suatu majlis di Masjid, yang sengaja diadakan untuk itu, melalui prosedur yang benar.
Pembukuan dilaksanakan dengan cara kerja yang benar, Zaid yang waktu itu sudah dalam usia 22 tahun membacakan berdasarkan ayat-ayat yang dia tulis selama mendampingi Rasul Allah, mencakup berbagai tata-baca yang beliau ajarkan, selanjutnya dicocokkan dengan bacaan sahabat dan tulisan-tulisan yang ada, dibaca ayat demi ayat, mulai dari al-Fatihah hingga kata-kata "Min al-jinnati wa al-naas" di akhir surah al-Nas (sama dengan yang ada sekarang ini).
Pembukuan berlangsung kurang lebih selama 15 bulan, pada tahun 12 hijriyah, dimulai dan selesai pada masa Abu Bakar masih menjabat sebagai Khalifah. Pada waktu itu tidak ada seorang sahabat pun yang merasa keberatan, atau berusaha memalsu, menambah, mengurangi, menjungkir balik susunan surat atau ayatnya, dan lain sebagainya.



Mushhaf ini kemudian diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk disimpan dan menjadi milik negara, kemudian disimpan Khalifah 'Umar selanjutnya oleh Hafshah ummu al-mu'minin binti 'Umar, setelah Umar dibunuh orang. Sementara itu para sahabat tetap mengajar dan menyebarkan al-Qur'an berdasarkan pengetahuan dan hafalan masing-masing(116), dari tahun ke tahun sampai ketika 'Utsman ibn 'Affan menjadi Khalifah. Walaupun demikian tidak mungkin mereka bersepakat berbuat bohong terhadap al-Qur'an (al-Taubah : 100. al-Mu'minun : 58-61).
Al-Qur'an tersebut merangkum semua bacaan-bacaan seperti yang diajarkan Malaikat Jibril kepada Nabi sebagaimana yang diceritakan Hadits-hadits tentang turunnya al-Qur'an dengan "Tujuh Huruf"(117) yang disebutkan di muka. Karena itu tata-tulisnya dikerjakan tanpa titik dan baris (harakat), sehingga mengandung kemungkinan bisa dibaca dengan berbagai tata-baca sebagaimana yang diajarkan Nabi, dan sejak itu sudah dinamakan "al-Mushhaf"(118).